Tuntutan Kuota Etnis di Simalungun Picu Penolakan: Meritokrasi Dipertaruhkan

 

bemstaipancabudiperdagangan.com Simalungun - Tuntutan Forum Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk Kepedulian Simalungun kepada Bupati H. Anton Saragih tidak hanya menuai perhatian, tetapi juga kritik tajam. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Panca Budi Perdagangan angkat bicara, menyoroti poin kontroversial dalam tuntutan tersebut: permintaan agar pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) secara khusus berasal dari suku Simalungun dan tidak digantikan oleh suku lain.

Bagi BEM STAI Panca Budi Perdagangan, tuntutan ini bukan sekadar wacana, melainkan sebuah langkah regresif yang menggerus fondasi tata kelola pemerintahan yang baik dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

"Kami secara tegas menolak tuntutan yang hendak menyandera birokrasi atas nama primordialisme suku," tegas Nia Ramadhani Damanik, CPM, Ketua BEM STAI Panca Budi Perdagangan, dalam konferensi pers di Kota Perdagangan, Kamis (27/11/2025).

Dalam pandangan mereka, pemerintahan yang efektif dan legitimate hanya dapat dibangun di atas pilar kompetensi, profesionalisme, dan integritas. Meritokrasi sistem yang menempatkan prestasi kerja sebagai ukuran utama harus menjadi satu-satunya kompas dalam penempatan jabatan strategis. Memasukkan pertimbangan kesukuan dinilai sebagai pengaburan terhadap prinsip fundamental tersebut.

Nia mengingatkan bahwa Kabupaten Simalungun adalah mosaik keberagaman, dihuni oleh berbagai suku bangsa yang telah lama bersimbiosis secara harmonis. Memaksakan komposisi pejabat berdasarkan etnis tertentu justru berpotensi menjadi bibit pemecah belah, mengikis persatuan, dan melahirkan diskriminasi struktural.

"Pertanyaannya, jika logika kuota suku ini diterapkan, di manakah posisi warga Simalungun dari suku Jawa, Batak Toba, atau suku lainnya? Mereka adalah bagian dari entitas Simalungun yang memiliki hak dan kapasitas yang sama untuk berkontribusi," papar Nia dengan nada retoris.

BEM STAI Panca Budi Perdagangan mendesak Bupati Anton Saragih untuk konsisten berpegang pada koridor hukum dan prinsip kepemerintahan yang sehat. Pengangkatan dan mutasi pejabat haruslah bersandar pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, bebas dari bias suku, agama, ras, maupun golongan.

"Kami mengapresiasi semangat pelestarian budaya Simalungun. Namun, jalan menuju penghargaan terhadap budaya bukan dengan menjadikannya alat klaim dan monopoli dalam birokrasi," tambah Nia menegaskan.

Menghargai budaya, menurutnya, dilakukan dengan melestarikannya dalam ruang-ruang kebudayaan yang otentik, bukan menjadikannya komoditas dalam transaksi politik praktis.

Senada dengan itu, Wakil Ketua BEM STAI Panca Budi Perdagangan, Bennico Dwi Artha, menyerukan pergeseran fokus masyarakat. Daripada terbelenggu dalam sentimen kesukuan yang steril, energi publik seharusnya diarahkan untuk mengawasi kinerja nyata pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

"Mari dukung Bupati untuk menempatkan orang-orang terbaik di posisinya, terlepas dari latar belakang sukunya. Seperti saya, orang Jawa Sunda, apakah tidak diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten tempat saya dibesarkan?" tutup Bennico, menyiratkan bahwa Simalungun adalah rumah bersama, bukan klaim eksklusif satu kelompok. DS

Posting Komentar

0 Komentar